Friday, January 14, 2011

SEKILAS KISAH DI NEGARA MALAYSIA

Mereka Yang Lolos Dari Jerat Hukuman Gantung di Malaysia Juni 18, 2009.
oleh danijurnalis
Rustam Efendi paling depan memakai baju merah kelihatan gembira berkumpul bersama keluarganya di hari lebaran, Lolos dari jeratan maut yakni hukuman gantung merupakan anugerah yang luar biasa, terbebas dari penjara Sungai Buloh saja merupakan suatu keajaiban yang hampir tidak terpikirkan buat Rustam Efendi, Syukri, Junaidi, dan Mahdi. Mereka adalah sebagian warga Aceh yang terbebas dari tuntutan hukuman gantung setelah mengikuti rangkaian persidangan yang melelahkan di negeri jiran Malaysia. Hukuman gantung yang telah menanti akhirnya bisa terhindari, padahal sebelumnya mereka sudah pasrah pada maut yang menanti, apalagi menurut mereka tidak ada perhatian sedikitpun dari pemerintah Aceh, apalagi pemerintah Indonesia tehadap nasib ratusan warga Aceh yang tersebara di berbagai penjara di Malaysia.
Rustam Efendi (27) akhirnya bisa bernafas lega, karena lebaran Idul Fitri kali ini bisa berlebaran bersama keluarga di Bugak Krueng Mate, Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, apalagi sudah delapan lebaran dia tidak bisa berlebaran dengan keluarga tercinta di kampung halaman, sejak kepergiannya ke Malaysia pada tahun 2000. Menurut Rustam kepergiannya ke negeri jiran Malaysia untuk mengadu nasib, apalagi keadaan di Aceh pada saat itu sedang memuncak konflik antara GAM dengan TNI/Polri, “Jadi saya pikir Malaysia merupakan tanah harapan yang menjanjikan, tapi apa nyana bukannya nasib baik yang saya dapat tapi malah nyawa hampir melayang di tiang gantungan”. Ujarnya mengenang.
Rustam ditangkap oleh kepolisian Diraja Malaysia pada tanggal 5 Oktober 2004, dengan tuduhan memiliki 839 gram dadah jenis kanabis. Akibatnya selama 14 hari dia sempat merasakan pengapnya sel penjara polisi sebelum akhirnya di masukkan ke Penjara Sungai Buloh yang merupakan penjara terbesar di Malaysia, untuk menunggu proses hukum selanjutnya. Padahal menurut Rustam barang tersebut adalah milik temannya yang juga warga Aceh yang bernama Fauzi. Akibatnya Rustam dijerat dengan Undang-Undang tentang Dadah Berbahaya (Dengerous Drug Act) tahun 1952 Pasal 39b, yang ancaman hukuman maksimalnya adalah hukuman mati.
Tapi nasib baik masih memihak Rustam, karena setelah beberapa kali persidangan ia akhirnya bisa terbebas dari jerat hukuman gantung di negeri jiran Malaysia, dalam Mahkamah Tinggi dalam persidangannya pada 28 Agustus 2008 lalu membebaskan Rustam dari segala hukuman. Hebatnya kasus Rustam ini adalah kasus pertama warga Aceh yang bisa lepas dari jeratan hukum dengan cara pembelaan diri di depan Mahkamah Tinggi di Malaysia.
Menurut Rustam kasusnya tersebut menarik perhatian media setempat, sehingga Harian Metro terbitan Kula Lumpur yang merupakan salah satu media di Malaysia ikut memberitakan tentang pembebasan dirinya dari jeratan hukum, dalam laporannya Harian Metro edisi 29 Agustus 2008 memaparkan bahwa, seorang pekerja kilang elektronik yang merupakan warga Aceh, Indonesia terbebas dari tuduhan mengedar 839 gram dadah jenis kanabis, empat tahun lalu, ”Ya, saya sempat diwawancarai oleh wartawan Harian Metro, karena kasus bebasnya warga Aceh dari jerat hukum merupakan kasus pertama di Malaysia”. Ungkapnya sambil memperlihatkan potongan koran Harian Metro edisi 29 Agustus 2008 lalu.
Rustam yang diwakili pembela Senjev Kumar Maniam yang merupakan pembela yang disediakan kerajaan berhasil meyakinkan Hakim Datuk Shed Ahmad Helmy Shed Ahmad dalam keputusannya membebaskan Rustam Efendi bin Razali. Karena menurut Rustam barang yang dituduhkan kepadanya adalah milik Razali yang juga warga Aceh, dari keterangan yang diberikan Rustam dan bukti-bukti yang disodorkan akhirnya berhasil meyakinkan hakim, sehingga akhirnya ia bebas.
Proses persidangan di Malaysia memang cukup rumit dan melelahkan, menurut pengakuan Rustam untuk bisa terbebas dari jeratan hukuman gantung tersebut bukan perkara gampang, ”Saya harus mengikuti proses persidangan sampai lebih 30 kali sidang, itupun dengan periode sidang yang tidak menentu, sehingga hampir empat tahun saya dalam penjara Sungai Buloh hanya untuk mengikuti proses sidang yang tidak selesai-selesai”. Ujarnya.
Menurut Rustam sungguh sulit dipercaya bisa terbebas dari jeratan hukuman gantung di Malaysia, apalagi dirinya bukan warga Melayu. Tapi ternyata dengan kekuasan Tuhan semua bisa terjadi dan dan tidak ada yang tidak mungkin. Menurut Rustam tanda-tanda tentang kebebasannya memang telah mulai nampak sejak ia memimpikan Nabi Muhammad pada suatu malam, ”Beberapa waktu sebelum dibebaskan saya memang sempat bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, setelah itu saya ceritakan perihal mimpi tersebut pada teman-teman satu sel, lalu mereka mengatakan saya mungkin akan bebas, dan memang terbukti akhirnya saya bebas. Alhamdullih!” Ujarnya bernada takjub.
Ketika disinggung tentang usaha pemerintah Aceh dalam hal ini DPR Aceh untuk memberikan advokasi hukum kepada warga Aceh di berbagai penjara di Malaysia beberapa waktu lalu, menurut Rustam tidak ada hasil yang maksimal dan malah kedatangan para anggota dewan tersebut hanya menambah rasa sakit hati, “Seakan-akan mereka para DPR Aceh telah mengekploitasi nasib nasib kami untuk kesenangan mereka bertamasya ke Malaysia. Mana bukti buktinya mereka telah memperjuangkan nasib kami, mereka semua pecundang!” Geramnya bernada kesal.
Setelah menghirup udara bebas pada bulan Agustus lalu akhirnya Rustam bergegas untuk mengurus segala dokumen keperluan untuk pulang ke Indonesia, akhirnya pada dengan menggunakan kapal laut Rustam Efendi tiba di kampung halamannya Bugak Krueng Mate pada hari lebaran kedua, yakni pada Kamis, 2 Oktober 2008.
Kemudian lanjut Rustam, satu-satunya harapannya sekarang adalah bertemu dengan Irwandi selaku Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, yang katanya untuk menyampaikan pesan atau amanah dari warga Aceh yang masih berada di dalam penjara di Malaysia, terutama yang berada di penjara Sungai Buloh. “Karena ada amanah dari rekan-rekan dari penjara Sungai Buloh kepada bapak Gubernur Aceh, terutama yang berada di “bilik gantung”. Ujarnya penuh harap.
Kepada media ini orangtua Rustam Razali (52) dan Asnidar (46), mengatakan sangat bersyukur bisa melihat lagi Rustam berkumpul bersama mereka, padahal sebelumnya mereka sudah pasrah akan nasib Rustam, apalagi belum pernah ada kejadian ada warga Aceh yang bisa terbebas dari jeratan tali tiang gantungan dalam hal kasus ganja ini. ”Ini merupakan suatu mukjizat bagi kami, ternyata doa-doa yang kami kirimkan selama ini tidaklah sia-sia”. Ungkap orangtua Rustam penuh rasa syukur.
Menurut pantauan media ini pada Kamis 2 Oktober 2008 usai Magrib, di rumah orangtua Rustam memang telah banyak berkumpul sanak saudara dan handai taulan untuk melihat kembalinya Rustam, raut wajah ceria terpancar di wajah-wajah mereka, terutama kedua orangtua Rustam. Canda tawa kerap terdengar di rumah keluarga Rustam ketika Rustam menceritakan pengalamannya.
Lain lagi kisah Syukri (32) yang merupakan penduduk Desa Meunasah Tambo, Kecamatan Jeunib, Kabupaten Bireuen. Menurut Syukri ia dibebaskan dari segala tuduhan oleh Mahkamah Tinggi pada 11 Agustus 2008 setelah tuduhan membawa delapan kilogram ganja tidak sanggup dibuktikan oleh penuntut sebagai barang miliknya. ”Padahal saya sudah pasrah akan menuju tiang gantungan”. Ujarnya penuh keharuan.
Syukri ditangkap tiga hari sebelum tsunami menerjang Aceh, yakni pada 21 Desember 2004, ia ditangkap di Sentul Padang Malam, Kuala Lumpur. Akhirnya pengapnya penjara Sungai Buloh sempat dirasakannya selama tiga tahun delapan bulan. ”Sungguh menyedihkan berada di penjara Sungai Buloh, untuk keperluan sehari-hari saja tidak ada seperti sabun mandi dan sikat gigi saja tidak bisa kita peroleh, saya sangat stres sampai-sampai rambut saya memutih”. Ujarnya memperlihatkan rambut yang penuh uban.
Padahal sebelumnya tujuan keberangkatannya ke Malaysia pada tahun 2002 adalah untuk mengadu nasib mencari penghidupan yang lebih baik, apalagi di kampung halamannya sangat sulit untuk mencari rejeki, konflik yang berkepanjangan hampir tidak menyisakan ruang untuk sekedar mencari penghidupan yang halal, ”Oleh sebab itu meski secara ilegal saya nekat ke Malaysia saat itu”. Ujarnya mengenang.
Tapi akhirnya nasib baik menghampiri pria berperawakan kecil ini, setelah 18 kali mengikuti rangkaian sidang yang melelahkan akhir ia dibebaskan dari segala tuntutan. ”Saat itu saya hanya bisa sujud syukur kepada Allah”. Ungkapnya bernada syukur.
Usai menghirup udara bebas ternyata Syukri belum bisa menghirup nafas lega, karena sebelumnya ia adalah pendatang haram saat mau menyebrang ke Aceh ia tertangkap pihak imigrasi Malaysia, sebelum dideportasi melalui Tanjung Pinang ia sempat ditahan selama 14 hari. ”Tapi itu adalah pengalaman yang sangat berharga buat saya”. Ujarnya mengenang.

Ditanya mengenai harapannya, senada dengan Rustam ia hanya mengharap supaya pemerintah Aceh punya perhatian terhadap nasib warga Aceh yang sedang putus asa dan sengsara di berbagai penjara di Malaysia. Menurut Syukri bentuk perhatian pemerintah Aceh tidak harus yang muluk-muluk dengan janji ingin membebaskan warga Aceh dari tiang hukuman misalnya, tapi membantu mereka dengan membeli sekedar setengah batang sabun, sikat gigi dan odol tiap bulan saja sudah sangat-sangat berharga, ”Saya harap pemerintah Aceh bisa tergerak hatinya untuk warga Aceh yang sedang merana di rantau orang, terlepas dari apa yang telah mereka lakukan”. Ujarnya bernada sendu, ada gurat kesedihan saat ia mengungkapkan harapannya tersebut.
Ternyata tidak hanya Rustam Efendi dan Syukri yang bisa lolos dari jerat hukuman gantung di Malaysia, ada dua nama lagi yakni Junaidi yang berasal dari Desa Mata Mamplam, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen, kemudian Mahdi yang berasal dari Ulim, Kbupaten Pidie. Mudah-mudahan ada banyak warga Aceh lainnya bisa kembali menghirup udara bebas dan kembali ke kampung halaman untuk membangun Nanggoe. Kepada pemerintahan Irwandi kita juga berharap semoga tergerak hatinya untuk bisa meluangkan waktu bertemu dengan Rustam untuk menyampaikan amanah dari warga Aceh yang sedang merana di dalam penjara-penjara di Malaysia. Semoga.***


0 comments:

Post a Comment