Mereka
Yang Lolos Dari Jerat Hukuman Gantung di Malaysia Juni 18, 2009.
oleh
danijurnalis
Rustam
Efendi paling depan memakai baju merah kelihatan gembira berkumpul bersama
keluarganya di hari lebaran, Lolos dari jeratan maut yakni hukuman gantung
merupakan anugerah yang luar biasa, terbebas dari penjara Sungai Buloh saja
merupakan suatu keajaiban yang hampir tidak terpikirkan buat Rustam Efendi,
Syukri, Junaidi, dan Mahdi. Mereka adalah sebagian warga Aceh yang terbebas
dari tuntutan hukuman gantung setelah mengikuti rangkaian persidangan yang
melelahkan di negeri jiran Malaysia. Hukuman gantung yang telah menanti
akhirnya bisa terhindari, padahal sebelumnya mereka sudah pasrah pada maut yang
menanti, apalagi menurut mereka tidak ada perhatian sedikitpun dari pemerintah
Aceh, apalagi pemerintah Indonesia tehadap nasib ratusan warga Aceh yang
tersebara di berbagai penjara di Malaysia.
Rustam
Efendi (27) akhirnya bisa bernafas lega, karena lebaran Idul Fitri kali ini
bisa berlebaran bersama keluarga di Bugak Krueng Mate, Kecamatan Jangka,
Kabupaten Bireuen, apalagi sudah delapan lebaran dia tidak bisa berlebaran
dengan keluarga tercinta di kampung halaman, sejak kepergiannya ke Malaysia
pada tahun 2000. Menurut Rustam kepergiannya ke negeri jiran Malaysia untuk
mengadu nasib, apalagi keadaan di Aceh pada saat itu sedang memuncak konflik
antara GAM dengan TNI/Polri, “Jadi saya pikir Malaysia merupakan tanah harapan
yang menjanjikan, tapi apa nyana bukannya nasib baik yang saya dapat tapi malah
nyawa hampir melayang di tiang gantungan”. Ujarnya mengenang.
Rustam
ditangkap oleh kepolisian Diraja Malaysia pada tanggal 5 Oktober 2004, dengan
tuduhan memiliki 839 gram dadah jenis kanabis. Akibatnya selama 14 hari dia
sempat merasakan pengapnya sel penjara polisi sebelum akhirnya di masukkan ke
Penjara Sungai Buloh yang merupakan penjara terbesar di Malaysia, untuk
menunggu proses hukum selanjutnya. Padahal menurut Rustam barang tersebut
adalah milik temannya yang juga warga Aceh yang bernama Fauzi. Akibatnya Rustam
dijerat dengan Undang-Undang tentang Dadah Berbahaya (Dengerous Drug Act) tahun
1952 Pasal 39b, yang ancaman hukuman maksimalnya adalah hukuman mati.
Tapi
nasib baik masih memihak Rustam, karena setelah beberapa kali persidangan ia
akhirnya bisa terbebas dari jerat hukuman gantung di negeri jiran Malaysia,
dalam Mahkamah Tinggi dalam persidangannya pada 28 Agustus 2008 lalu
membebaskan Rustam dari segala hukuman. Hebatnya kasus Rustam ini adalah kasus
pertama warga Aceh yang bisa lepas dari jeratan hukum dengan cara pembelaan
diri di depan Mahkamah Tinggi di Malaysia.
Menurut
Rustam kasusnya tersebut menarik perhatian media setempat, sehingga Harian Metro
terbitan Kula Lumpur yang merupakan salah satu media di Malaysia ikut
memberitakan tentang pembebasan dirinya dari jeratan hukum, dalam laporannya
Harian Metro edisi 29 Agustus 2008 memaparkan bahwa, seorang pekerja kilang
elektronik yang merupakan warga Aceh, Indonesia terbebas dari tuduhan mengedar
839 gram dadah jenis kanabis, empat tahun lalu, ”Ya, saya sempat diwawancarai
oleh wartawan Harian Metro, karena kasus bebasnya warga Aceh dari jerat hukum
merupakan kasus pertama di Malaysia”. Ungkapnya sambil memperlihatkan potongan
koran Harian Metro edisi 29 Agustus 2008 lalu.
Rustam
yang diwakili pembela Senjev Kumar Maniam yang merupakan pembela yang
disediakan kerajaan berhasil meyakinkan Hakim Datuk Shed Ahmad Helmy Shed Ahmad
dalam keputusannya membebaskan Rustam Efendi bin Razali. Karena menurut Rustam
barang yang dituduhkan kepadanya adalah milik Razali yang juga warga Aceh, dari
keterangan yang diberikan Rustam dan bukti-bukti yang disodorkan akhirnya
berhasil meyakinkan hakim, sehingga akhirnya ia bebas.
Proses
persidangan di Malaysia memang cukup rumit dan melelahkan, menurut pengakuan
Rustam untuk bisa terbebas dari jeratan hukuman gantung tersebut bukan perkara
gampang, ”Saya harus mengikuti proses persidangan sampai lebih 30 kali sidang,
itupun dengan periode sidang yang tidak menentu, sehingga hampir empat tahun
saya dalam penjara Sungai Buloh hanya untuk mengikuti proses sidang yang tidak
selesai-selesai”. Ujarnya.
Menurut
Rustam sungguh sulit dipercaya bisa terbebas dari jeratan hukuman gantung di
Malaysia, apalagi dirinya bukan warga Melayu. Tapi ternyata dengan kekuasan
Tuhan semua bisa terjadi dan dan tidak ada yang tidak mungkin. Menurut Rustam
tanda-tanda tentang kebebasannya memang telah mulai nampak sejak ia memimpikan
Nabi Muhammad pada suatu malam, ”Beberapa waktu sebelum dibebaskan saya memang
sempat bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, setelah itu saya ceritakan
perihal mimpi tersebut pada teman-teman satu sel, lalu mereka mengatakan saya
mungkin akan bebas, dan memang terbukti akhirnya saya bebas. Alhamdullih!”
Ujarnya bernada takjub.
Ketika
disinggung tentang usaha pemerintah Aceh dalam hal ini DPR Aceh untuk
memberikan advokasi hukum kepada warga Aceh di berbagai penjara di Malaysia
beberapa waktu lalu, menurut Rustam tidak ada hasil yang maksimal dan malah
kedatangan para anggota dewan tersebut hanya menambah rasa sakit hati,
“Seakan-akan mereka para DPR Aceh telah mengekploitasi nasib nasib kami untuk
kesenangan mereka bertamasya ke Malaysia. Mana bukti buktinya mereka telah
memperjuangkan nasib kami, mereka semua pecundang!” Geramnya bernada kesal.
Setelah
menghirup udara bebas pada bulan Agustus lalu akhirnya Rustam bergegas untuk
mengurus segala dokumen keperluan untuk pulang ke Indonesia, akhirnya pada
dengan menggunakan kapal laut Rustam Efendi tiba di kampung halamannya Bugak
Krueng Mate pada hari lebaran kedua, yakni pada Kamis, 2 Oktober 2008.
Kemudian
lanjut Rustam, satu-satunya harapannya sekarang adalah bertemu dengan Irwandi
selaku Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, yang katanya untuk menyampaikan pesan
atau amanah dari warga Aceh yang masih berada di dalam penjara di Malaysia,
terutama yang berada di penjara Sungai Buloh. “Karena ada amanah dari
rekan-rekan dari penjara Sungai Buloh kepada bapak Gubernur Aceh, terutama yang
berada di “bilik gantung”. Ujarnya penuh harap.
Kepada
media ini orangtua Rustam Razali (52) dan Asnidar (46), mengatakan sangat
bersyukur bisa melihat lagi Rustam berkumpul bersama mereka, padahal sebelumnya
mereka sudah pasrah akan nasib Rustam, apalagi belum pernah ada kejadian ada
warga Aceh yang bisa terbebas dari jeratan tali tiang gantungan dalam hal kasus
ganja ini. ”Ini merupakan suatu mukjizat bagi kami, ternyata doa-doa yang kami
kirimkan selama ini tidaklah sia-sia”. Ungkap orangtua Rustam penuh rasa
syukur.
Menurut
pantauan media ini pada Kamis 2 Oktober 2008 usai Magrib, di rumah orangtua
Rustam memang telah banyak berkumpul sanak saudara dan handai taulan untuk
melihat kembalinya Rustam, raut wajah ceria terpancar di wajah-wajah mereka,
terutama kedua orangtua Rustam. Canda tawa kerap terdengar di rumah keluarga
Rustam ketika Rustam menceritakan pengalamannya.
Lain
lagi kisah Syukri (32) yang merupakan penduduk Desa Meunasah Tambo, Kecamatan
Jeunib, Kabupaten Bireuen. Menurut Syukri ia dibebaskan dari segala tuduhan
oleh Mahkamah Tinggi pada 11 Agustus 2008 setelah tuduhan membawa delapan
kilogram ganja tidak sanggup dibuktikan oleh penuntut sebagai barang miliknya.
”Padahal saya sudah pasrah akan menuju tiang gantungan”. Ujarnya penuh
keharuan.
Syukri
ditangkap tiga hari sebelum tsunami menerjang Aceh, yakni pada 21 Desember
2004, ia ditangkap di Sentul Padang Malam, Kuala Lumpur. Akhirnya pengapnya
penjara Sungai Buloh sempat dirasakannya selama tiga tahun delapan bulan.
”Sungguh menyedihkan berada di penjara Sungai Buloh, untuk keperluan
sehari-hari saja tidak ada seperti sabun mandi dan sikat gigi saja tidak bisa
kita peroleh, saya sangat stres sampai-sampai rambut saya memutih”. Ujarnya
memperlihatkan rambut yang penuh uban.
Padahal
sebelumnya tujuan keberangkatannya ke Malaysia pada tahun 2002 adalah untuk
mengadu nasib mencari penghidupan yang lebih baik, apalagi di kampung
halamannya sangat sulit untuk mencari rejeki, konflik yang berkepanjangan
hampir tidak menyisakan ruang untuk sekedar mencari penghidupan yang halal,
”Oleh sebab itu meski secara ilegal saya nekat ke Malaysia saat itu”. Ujarnya
mengenang.
Tapi
akhirnya nasib baik menghampiri pria berperawakan kecil ini, setelah 18 kali
mengikuti rangkaian sidang yang melelahkan akhir ia dibebaskan dari segala
tuntutan. ”Saat itu saya hanya bisa sujud syukur kepada Allah”. Ungkapnya
bernada syukur.
Usai
menghirup udara bebas ternyata Syukri belum bisa menghirup nafas lega, karena
sebelumnya ia adalah pendatang haram saat mau menyebrang ke Aceh ia tertangkap
pihak imigrasi Malaysia, sebelum dideportasi melalui Tanjung Pinang ia sempat
ditahan selama 14 hari. ”Tapi itu adalah pengalaman yang sangat berharga buat
saya”. Ujarnya mengenang.
Ditanya
mengenai harapannya, senada dengan Rustam ia hanya mengharap supaya pemerintah
Aceh punya perhatian terhadap nasib warga Aceh yang sedang putus asa dan
sengsara di berbagai penjara di Malaysia. Menurut Syukri bentuk perhatian
pemerintah Aceh tidak harus yang muluk-muluk dengan janji ingin membebaskan
warga Aceh dari tiang hukuman misalnya, tapi membantu mereka dengan membeli
sekedar setengah batang sabun, sikat gigi dan odol tiap bulan saja sudah
sangat-sangat berharga, ”Saya harap pemerintah Aceh bisa tergerak hatinya untuk
warga Aceh yang sedang merana di rantau orang, terlepas dari apa yang telah
mereka lakukan”. Ujarnya bernada sendu, ada gurat kesedihan saat ia
mengungkapkan harapannya tersebut.
Ternyata
tidak hanya Rustam Efendi dan Syukri yang bisa lolos dari jerat hukuman gantung
di Malaysia, ada dua nama lagi yakni Junaidi yang berasal dari Desa Mata
Mamplam, Kecamatan Samalanga, Kabupaten Bireuen, kemudian Mahdi yang berasal
dari Ulim, Kbupaten Pidie. Mudah-mudahan ada banyak warga Aceh lainnya bisa
kembali menghirup udara bebas dan kembali ke kampung halaman untuk membangun
Nanggoe. Kepada pemerintahan Irwandi kita juga berharap semoga tergerak hatinya
untuk bisa meluangkan waktu bertemu dengan Rustam untuk menyampaikan amanah
dari warga Aceh yang sedang merana di dalam penjara-penjara di Malaysia.
Semoga.***
0 comments:
Post a Comment