Oleh: Rustam Bugak
Melihat dari kondisi
Aceh hari ini penulis ikut merasa prihatin dengan timbulnya beberapa demontrasi
yang menuntut supaya diadakan pemekaran di Provinsi Aceh, beberapa tahun lalu
Aceh dilanda konflik senjata berpanjangan yang menyebabkan banyak jatuhnya korban
yang tidak berdosa, setelah sekian lama kita sama sama menanggung beban akibat
konflik, lalu Aceh diterjang dengan musibah besar tsunami yang hampir
menenggelamkan bumi tercinta ini, namun hari ini setelah semua itu berlalu
kenapakah ada sebahagian saudara kita yang sampai menuntut untuk berpisah
dengan Provinsi Aceh..??
Penulis
jadi teringat sejarah penjajahan Belanda di Nusantara yang telah lama
menggunakan tehnik politik pecah belah (devide et empera ), mengikut pada
slogan Devide Et Empera bahwa setiap yang besar harus dikecilkan yaitu supaya
kekuatan yang besar akan mudah ditaklukkan, maka yang harus dilakukan adalah
memperkecil kekuatan tersebut dengan memecah mereka kedalam beberapa bagian
terkecil, devide et empera adalah kombinasi dari strategi militer, politik dan
Ekonomi untuk menaklukkan suatu kelompok dengan cara membuat kekacauan dari
dalam, dan tentunya harus mempunyai faktor pendukung dari dalam kelompok yang
akan dihancurkan, sewaktu Belanda menjajah Nusantara merekapun berfikir
bagaimana mereka harus memecah beberapa Organisasi besar di Indonesia yang
membuat perlawanan kepada Kolonial sedangkan untuk menjalankan misi mereka
diperlukan factor factor pendukung dari dalam organisasi tersebut, Belanda
bukanlah Bangsa yang tidak tahu apa apa, lalu mereka membuat beberapa
pendekatan terhadap orang orang yang mau bekerjasama dengan Kolonial, bagi
mereka yang mau bekerjasama akan dipromosi dengan Jabatan di Pemerintahan boneka Belanda , lalu mereka baru bisa lebih mudah untuk menciptakan permusuhan
dan ketidakpercayaan dalam masyarakat.
Bila
kita melihat kondisi Aceh hari ini maka kita akan lebih banyak melihat
persamaan seperti yang Belanda ciptakan di Nusantara tempo dulu, dan sepertinya
ada yang sedang bermain untuk menciptakan kekisruhan di Aceh, apa yang
ditakutkan memang sudah tiba saatnya terjadi yaitu dengan lahirnya Qanun WaliNanggroe serta Qanun Qanun yang akan lebih membangkitkan kembali jati diri
bangsa ini setelah terkubur sekian lama akibat krisis moral serta krisis sosial
di Bumi Serambi Mekah menjadi alasan yang hangat untuk dijadikan bara api oleh
pihak pihak yang tidak berpuas hati terhadap niat baik Pemerintah Aceh, tanah
Aceh bukanlah milik siapa siapa juga bukanlah milik kelompok,
namun tanah Aceh adalah milik masyarakat Aceh yang telah lama menanggung derita
akibat konflik yang berpanjangan, dimulai dari masa Pemerintahan PresidenSukarno, DOM dimasa Pemerintahan Suharto serta konflik senjata antara
Pemerintah dan GAM hingga
tanah ini disirami oleh bencana tsunami yang maha dahsyat, apakah itu belum
cukup..??
Hari
ini disaat masyarakat mulai mengecapi indahnya damai masih ada juga orang orang
yang sedang berusaha merusakkan kedamaian ini dengan memprovokasi masyarakat
supaya Aceh ini dimekarkan saja, jelas ini suatu tindakan yang ceroboh dari
segelintir orang yang tidak ingin melihat masyarakat Aceh menikmati kesenangan
di tanahnya sendiri, tiada hak untuk siapapun yang tinggal di Aceh untuk
memisah misahkan Aceh menjadi beberapa bahagian seperti yang mereka inginkan,
mereka bisa saja tinggal dan hidup di bumi Serambi Mekah akan tetapi mereka
tidak berhak mengambil tanah ini untuk diberikan nama yang lain, kenapa sewaktu
Aceh dilanda konflik dulu mereka tidak menuntut pemekaran..?? Kenapa
hari ini disaat masyarakat Aceh baru mau menikmati kemenangan sudah ada suara
yang meminta pemekaran Aceh..??
DevideEt Empera bisa saja memporak porandakan orang orang yang tinggal di Aceh, namun
tidak untuk tanah ini, Belanda mungkin saja telah banyak berhasil
mengimplementasikan teori pecah belah terhadap banyak Negara jajahannya, namun
tidak untuk kami disini yang mempunyai tali darah yang sama, sejarah yang sama,
kekayaan budaya yang sama walaupun berbeda latar belakang diantara kami,
hakikatnya tiada perbedaan antara Aceh Antara dan Aceh pesisir, yang ada
hanyalah kami belum cukup menikmati kedamaian ini.
0 comments:
Post a Comment