Selama beberapa dasawarsa yang lalu
Lhokseumawe tidaklah begitu tersentuh oleh pembangunan serta kemajuan seperti
yang kita lihat hari ini, dahulunya Lhokseumawe hanyalah sebuah kota kecil di
pinggiran pantai yang diduduki oleh para nelayan nelayan tradisional, namun
situasi hari ini sungguh sudah berbeda, Lhokseumawe sekarang sudah menjadi
sebuah kota megah dan maju, dimana gedung gedung bertingkat telah dibangun di
sepanjang jalan kota dan sekitarnya bahkan mendapat julukan sebagai kota
Petrodolar. Tentunya bukanlah mudah menyulap sebuah kota kecil menjadi kota yang
maju dan aktifitas masyarakatnya terlihat sibuk setiap hari, semua itu dimulai
pada tahun 1980 apabila sebuah perusahaan explorasi minyak dan gas mendapati
kandungan gas serta minyak mentah dibawah permukaan laut Lhokseumawe dan
sekitarnya, saat itu menjadi detik detik permulaan kebangkitan perekonomian
Aceh dan Lhokseumawe khususnya. Lebih dari 7.000 tenaga kerja sudah tertampung
di Kilang Arun, baik dari tenaga kontrakan maupun pegawai tetap, Ini
menunjukkan bahwa dengan dibukanya Kilang Arun telah membantu pemerintah dalam
usaha mengurangi angka pengangguran di negeri ini.
kontribusi
Kilang Arun terhadap perkembangan perekonomian Aceh cukup besar sehingga pada
saat itu terkenal sebagai salah satu daerah penyuplai minyak dan gas dunia,
Semenjak itu banyak pendatang luar yang datang mengadu nasib ke Lhokseumawe.
Seiring perkembangan zaman dan meningkatnya tensi politik dan sosial negeri
ini, Kilang Arun juga terikut menerima dampak rentetan konflik yang terjadi,
Bahkan menjadi sebuah sumber konflik antara pemerintah pusat dan daerah
mengenai pembagian hak pendapatan dari hasil kekayaan bumi yang diolah oleh
Kilang Arun. Namun waktu terus berjalan meninggalkan sejarah kehidupan manusia,
tidak terasa saat saat berakhirnya produktifitas pertambangan di Kilang Arun
sudah didepan mata, ribuan orang yang dulunya pernah bekerja di kilang Arun
terancam menjadi pengangguran, banyak pihak khawatir apabila Kilang Arun
berhenti beroperasi maka akan berdampak pada perekonomian Aceh kedepan, sungguh
ini akan menjadi masalah yang besar terhadap pembangunan dan perekonomian
pemerintah Aceh dan Lhokseumawe akan menjadi kota mati dengan sisa sisa
peninggalan industri yang terbuang, kiranya pemerintah Aceh tidak tinggal diam
dengan dampak yang diakibatkan karena penutupan Kilang Arun. Beberapa waktu
yang lalu wakil gubernur Aceh Muhammad nazar pernah mencadangkan kepada
pemerintah pusat dalam kunjungan kerjanya ke Jakarta agar sisa dari peninggalan
Kilang Arun bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan perekonomian daerah setempat,
beliau mencadangkan agar Lhokseumawe dijadikan sebagai daerah transit minyak
sementara, disamping bisa menghemat biaya untuk membangun tempat penyimpanan
minyak yang baru, pemerintah pusat juga akan tidak perlu bersusah payah lagi
untuk mencari peralatan yang diperlukan sebagai tempat penyimpanan minyak,
karena di Kilang Arun sudah tersedia semua peralatan peralatan yang diperlukan
untuk proses dan cara cara penyimpanan minyak. Disamping itu daerah juga akan
sedikit diringankan oleh beban perekonomian masyarakat yang semakin sulit
mencari pekerjaan, terutama masyarakat yang dulunya pernah bekerja di Kilang
Arun tentunya skill dan SDM mereka bisa dimanfaatkan kembali untuk bekerja di
tempat penyimpanan minyak tersebut, dan ini bisa menjadi terobosan yang bagus
untuk daerah Lhokseumawe dan sekitarnya, kita harap rencana ini mendapatkan
dukungan penuh dari pemda setempat dan masyarakat agar Lhokseumawe tidak sampai
menjadi kota mati sisa peninggalan industri.
Dengan
terealisasinya program tersebut, Inyaallah masyarakat disekitar Kilang Arun
akan tetap mendapatkan manfaat dari alih fungsi Kilang Arun dan yang lebih
penting daerah tidak dirugikan karena adanya pengalihan tersebut. Letak
strategis Kilang Arun yang berada di pinggiran pantai mungkin saja akan bisa menarik
minat turis lokal untuk mencari ketenangan disini, apalagi bila lokasi sedia
ada digunakan sebagai tempat pemeliharaan penyu seperti di daerah Terengganu
Malaysia, tentunya rencana ini membutuhkan perancangan yang matang dari Pemda agar tidak dimanfaatkan oleh pihak - pihak lain untuk meraup keuntungan
pribadi. Akhir kata penulis nukilkan sebait sajak yang berjudul “Kotaku”
Biarkan lampu lampu itu bergemerlapan karena disitu nampak kehidupan…. biarkan
angin menderu di tujuh lautan karena mungkin suatu saat dia akan singgah di
sudut kota kehidupan.
0 comments:
Post a Comment