Mencermati eskalasi pada beberapa kasus
penyerangan massa masyarakat terhadap orang yang dituduh mengamalkan ilmu hitam
di beberapa daerah dewasa ini sangat membuat kita prihatin, terutama sekali
pada system hukum Negara kita, dimana pemerintah seakan tutup mata dengan hal
hal yang berbau mistis, padahal sudah cukup banyak korban baik harta benda
bahkan nyawa sekalipun diakibatkan oleh kemarahan masyarakat pada orang yang
dituduh mengamalkan ilmu hitam. Walaupun perkara seperti itu sudah dianggap
tabu di zaman modern seperti hari ini namun mau tidak mau kita harus mengakui
bahwa masyarakat kita masih dibelenggu oleh perkara perkara mistis seperti
dukun santet .
Masalah kejahatan penyalahgunaan ilmu hitam sudah
menjadi momok yang menakutkan ditengah tengah masyarakat saat ini, umumnya
kasus kasus tersebut banyak terjadi di desa desa terpencil dimana system social
masyarakatnya masih sangat tertinggal dibandingkan di daerah perkotaan , sudah
menjadi rahasia umum bahwa pengamal ilmu sihir sangat berbahaya bila
disalahgunakan untuk tujuan kejahatan , ini sungguh sudah menjadi persoalan
serius yang apabila tidak segera ditangani berakibat kepada keretakan social
dan bertambahnya korban amuk massa karena praktek penyalahgunaan ilmu hitam
atau lebih dikenal sebagai sihir . Bila dilihat dari perspektif hukum Negara
kita kepolisian sepertinya kesulitan untuk menindak lanjuti kasus kasus
yang berbau mistik,walaupun berbagai laporan diterima dari masyarakat tentang
gangguan keamanan terkait korban sihir ataupun korban dukun santet namun pihak
kepolisian tiada dasar hukum yang kuat untuk menjerat si pelaku kejahatan ilmu
sihir tersebut , ini karena tiada satupun bukti pelaku telah melakukan tindak
pelanggaran fisik yang bisa dijadikan sebagai alat bukti untuk membawa
pelaku ke meja hijau disebabkan Negara kita memang belum ada undang undang yang
mengatur terkait hal hal berbau mistis seperti tindakan penganianyaan
menggunakan sihir , namun di sisi lain kasus amuk massa pada pelaku kejahatan
ilmu hitam semakin banyak memakan korban saja.
Kiranya
pemerintah tidak hanya tinggal diam dengan persoalan ini, harus ada satu
kebijakan yang diambil baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
supaya kenyamanan bermasyarakat bisa terus dipertahankan agar tidak bertambah
jatuhnya korban masyarakat karena praktek ilmu hitam, sementara itu pihak
kepolisian seharusnya bisa mendeteksi lebih awal apabila gejala gejala amuk
massa di suatu desa supaya kejadian pengrusakan dan pembakaran rumah warga bisa
dicegah sebelum masyarakat bertindak beringas, dan tentunya aparatur desa harus
senantiasa berkoordinasi dengan pihak keamanan bila memang di desanya sudah ada
tanda tanda awal masyarakat akan berbuat anarkis terhadap warga lainnya yang
dituding sebagai pelaku penyimpangan mengamalkan ilmu hitam.
SIHIR
DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Jumhur
ulama berpendapat bahwa tukang sihir adalah kafir secara mutlak. Di antara
mereka adalah Malik, Abu Hanifah, pengikut Al-Imam Ahmad dan selain mereka.
(Adhwaul Bayan, 4/455
Berikut
ini adalah pendapat ulama tentang sihir:
[1].
Imam Malik raihmahullah berkata: “Tukang sihir yang melakukan penyihiran yang
tidak dilakukan oleh orang lain untuknya, perumpamaannya adalah seperti apa
yang difirmankan oleh Allah Tabara wa Ta’ala di dalam kitab-Nya:
“Artinya
: Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya
(kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat….”
[Al-Baqarah : 102]
Oleh
karena itu, saya berpendapat bahwa orang itu harus dibunuh jika dia sendiri
mengerjakan hal tersebut.[1]
[2].
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh.
Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Utsman bin ‘Affan,
Ibnu ‘Umar, Hafshah, Jundub bin ‘Abdillah, Jundub bin Ka’ab, Qais bin Sa’ad dan
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Itu pula yang menjadi pendapat Abu Hanifah dan Malik.”
[3].
Al-Qurthubi rahimahullah mengemukakan: “Para ahli fiqih telah berbeda pendapat
mengenai hukum tukang sihir muslim dan dzimmi. Imam Malik berpendapat bahwa
seorang muslim jika melakukan sihir sendiri dengan suatu ucapan yang dapat
menjadikannya kufur, maka dia harus dibunuh tanpa harus diminta untuk
bertaubat, dan tidak pula taubatnya diterima, karena itu merupakan perbuatan
yang dilakukan dengan senang hati seperti orang zindiq atau pelaku perzinahan.
Dan karena Allah Ta’ala telah menyebut sihir itu sebagai kekufuran melalui
firman-Nya:
“Artinya
; Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum
mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu
kafir…’” [Al-Baqarah: 102]
Yang
demikian merupakan pendapat Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Ishaq, Asy-Syafi’i [2]
dan Abu Hanifah.”[3]
[4].
Ibnu Mundzir rahimahullah mengemukakan: “Jika ada seseorang yang mengaku bahwa
dia telah melakukan sihir dengan ucapan yang mengakibatkan kekufuran, maka dia
wajib dibunuh jika dia tidak bertaubat. Demikian juga jika dia terbukti
melakukannya dan ada bukti yang menyatakan (bahwa) ucapan itu berupa kekufuran.
Jika
ucapan yang dia sebutkan bahwa dia telah melakukan sihir dengan ucapan tersebut
tidak termasuk suatu (ucapan) yang kufur, maka tidak boleh membunuhnya. Dan
jika merupakan kejahatan pada orang yang disihir, maka diharuskan hukuman
qishash baginya jika dia melakukannya dengan sengaja. Dan jika tidak termasuk
tindakan yang tidak mengharuskan qishash padanya, maka dia harus membayar diyat
(denda).” [4]
[5].
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Para ulama yang berpendapat
tentang kafirnya tukang sihir, telah menjadikan ayat berikut sebagai dalil:
“Artinya
; Seandainya mereka itu beriman dan bertaqwa….” [Al-Baqarah: 103]
Sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan sejumlah ulama salaf. Ada yang
mengatakan: “Tidak perlu dikafirkan, tetapi hukumannya adalah memenggal
lehernya,” sebagaimana yang diriwayatkan Imam Syafi’i dan Ahmad, di mana
keduanya berkata, “Sufyan bin ‘Uyainah telah mengabarkan, dari ‘Amr bin
Dinamembunuhr, di mana dia telah mendengar Bajalah bin ‘Abadah berkata: “Umar
bin al-Khaththab ra telah memutuskan agar kalian setiap tukang sihir baik
laki-laki maupun perempuan.” Lalu kami pun membunuh tiga orang tukang sihir.”
Lebih
lanjut, Ibnu Katsir mengatakan: “Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh
al-Bukhari di dalam kitab shahihnya.”[5]
Dia
juga mengatakan: “Demikianlah riwayat yang shahih menyebutkan bahwa Hafshah,
Ummul Mukminin, pernah disihir oleh seorang budak perempuan miliknya, maka dia
menyuruh agar wanita itu dibunuh, sehingga wanita itu pun dibunuh.
Imam
Ahmad mengatakan : “Dibenarkan riwayat dari tiga orang sahabat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengenai pembunuhan terhadap seorang tukang sihir”[6]
[6].
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Menurut Malik, hukum tukang
sihir ini sama dengan hukum yang berlaku pada orang zindiq, di mana taubatnya
tidak diterima, dan dibunuh sebagi hukuman jika hal itu terbukti padanya. Pendapat
itu pula yang dikemukakan oleh Ahmad.”
Asy-Syafi’i
mengatakan: “Tukang sihir tidak boleh dibunuh kecuali jika dia telah mengaku
bahwa dia telah membunuh orang dengan sihirnya, sehingga dia pun harus dibunuh
karenanya.”[7]
Ringkasan:
Dari
penjelasan di atas tampak jelas bahwa Jumhur Ulama berpendapat mengharuskan
pembunuhan terhadap tukang sihir, kecuali Imam Syafi’i rahimahullah saja, di
mana dia menyatakan bahwa tukang sihir tidak harus dibunuh kecuali jika dengan
sihirnya itu dia membunuh orang, sehingga dia harus diberikan hukuman qishash.
QANUN
SEBAGAI DASAR HUKUM
Setelah kita tahu tidak ada dasar hukum yang
kuat untuk menjerat pelaku praktek ilmu hitam maka apakah kita hanya akan
tinggal diam dan melihat kejadian demi kejadian yang terjadi tanpa solusi yang
dapat kita ambil , sudah tentu ini akan lebih memperumit keadaan serta menambah
korban korban selanjutnya , masih ada sumber sumber hukum lain sebagai rujukan
untuk dijalankan selain dari undang undang dasar Negara , seperti Qanun ,
Perda dan hukum adat sebagai landasan dasar kepada aparatur keamanan
untuk menindak segala bentuk kejahatan yang bersifat mistis , ini menjadi
tanggung jawab DPR sebagai penghasil Qanun Qanun daerah dalam
merumuskan beberapa peraturan daerah terkait dengan penyimpangan yang dilakukan
oleh pengamal sihir , sebenarnya kasus ilmu hitam bukan saja di Negara kita
saja yang terjadi bahkan di Negara Negara lain di belahan dunia ini juga
mengalami hal yang serupa dengan Indonesia dimana perbuatan sihir bisa dijerat
dengan undang undang bila memang sudah menyalahi aturan yang berlaku, sebagai
contoh di negara arab Saudi yang mayoritas penduduknya beragama islam telah
lama menjalankan undang undang tentang perbuatan sihir dan sampai hari ini
tiada satupun masalah yang menjadi kendala dalam menjalankannya jadi apa
salahnya kita mengadopsi system hukum di Arab bila memang kita disini tidak
mampu merumus undang undang sendiri yang mengatur tentang segala bentuk
kejahatan praktek ilmu hitam ,
yang menjadi pertanyaan apa yang menjadi kendala di Negara kita sehingga mesin
hukum kita gagal dalam memproduksi undang undang yang mengatur tentang
perbuatan sihir??
Seharusnya
ini menjadi tugas dan kewenangan DPR dalam melihat persoalan demi persoalan
persoalan yang terjadi di masyarakat dan perkara pengimplementasian di lapangan
kita serahkan kepada pihak kepolisian sebagai institusi yang berwenang
menjalankan setiap hukum di Negara ini , karena kita tidak mau lagi ada
jatuhnya korban di pihak manapun .
0 comments:
Post a Comment