Friday, October 12, 2012

SOLUSI HUKUM PADA PRAKTEK PERDUKUNAN


 Mencermati eskalasi pada beberapa kasus penyerangan massa masyarakat terhadap orang yang dituduh mengamalkan ilmu hitam di beberapa daerah dewasa ini sangat membuat kita prihatin, terutama sekali pada system hukum Negara kita, dimana pemerintah seakan tutup mata dengan hal hal yang berbau mistis, padahal sudah cukup banyak korban baik harta benda bahkan nyawa sekalipun diakibatkan oleh kemarahan masyarakat pada orang yang dituduh mengamalkan ilmu hitam. Walaupun perkara seperti itu sudah dianggap tabu di zaman modern seperti hari ini namun mau tidak mau kita harus mengakui bahwa masyarakat kita masih dibelenggu oleh perkara perkara mistis seperti dukun santet .
 Masalah kejahatan penyalahgunaan ilmu hitam sudah menjadi momok yang menakutkan ditengah tengah masyarakat saat ini, umumnya kasus kasus tersebut banyak terjadi di desa desa terpencil dimana system social masyarakatnya masih sangat tertinggal dibandingkan di daerah perkotaan , sudah menjadi rahasia umum bahwa pengamal ilmu sihir sangat berbahaya bila disalahgunakan untuk tujuan kejahatan , ini sungguh sudah menjadi persoalan serius yang apabila tidak segera ditangani berakibat kepada keretakan social dan bertambahnya korban amuk massa karena praktek penyalahgunaan ilmu hitam atau lebih dikenal sebagai sihir . Bila dilihat dari perspektif hukum Negara kita kepolisian sepertinya kesulitan  untuk menindak lanjuti kasus kasus yang berbau mistik,walaupun berbagai laporan diterima dari masyarakat tentang gangguan keamanan terkait korban sihir ataupun korban dukun santet namun pihak kepolisian tiada dasar hukum yang kuat untuk menjerat si pelaku kejahatan ilmu sihir tersebut , ini karena tiada satupun bukti pelaku telah melakukan tindak pelanggaran fisik  yang bisa dijadikan sebagai alat bukti untuk membawa pelaku ke meja hijau disebabkan Negara kita memang belum ada undang undang yang mengatur terkait hal hal berbau mistis seperti tindakan penganianyaan menggunakan sihir , namun di sisi lain kasus amuk massa pada pelaku kejahatan ilmu hitam semakin banyak memakan korban saja.
Kiranya pemerintah tidak hanya tinggal diam dengan persoalan ini, harus ada satu kebijakan yang diambil baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah supaya kenyamanan bermasyarakat bisa terus dipertahankan agar tidak bertambah jatuhnya korban masyarakat karena praktek ilmu hitam, sementara itu pihak kepolisian seharusnya bisa mendeteksi lebih awal apabila gejala gejala amuk massa di suatu desa supaya kejadian pengrusakan dan pembakaran rumah warga bisa dicegah sebelum masyarakat bertindak beringas, dan tentunya aparatur desa harus senantiasa berkoordinasi dengan pihak keamanan bila memang di desanya sudah ada tanda tanda awal masyarakat akan berbuat anarkis terhadap warga lainnya yang dituding sebagai pelaku penyimpangan mengamalkan ilmu hitam.

SIHIR DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Jumhur ulama berpendapat bahwa tukang sihir adalah kafir secara mutlak. Di antara mereka adalah Malik, Abu Hanifah, pengikut Al-Imam Ahmad dan selain mereka. (Adhwaul Bayan, 4/455
Berikut ini adalah pendapat ulama tentang sihir:
[1]. Imam Malik raihmahullah berkata: “Tukang sihir yang melakukan penyihiran yang tidak dilakukan oleh orang lain untuknya, perumpamaannya adalah seperti apa yang difirmankan oleh Allah Tabara wa Ta’ala di dalam kitab-Nya:
“Artinya : Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat….” [Al-Baqarah : 102]
Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa orang itu harus dibunuh jika dia sendiri mengerjakan hal tersebut.[1]
[2]. Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh. Hal itu didasarkan pada apa yang diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Utsman bin ‘Affan, Ibnu ‘Umar, Hafshah, Jundub bin ‘Abdillah, Jundub bin Ka’ab, Qais bin Sa’ad dan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Itu pula yang menjadi pendapat Abu Hanifah dan Malik.”
[3]. Al-Qurthubi rahimahullah mengemukakan: “Para ahli fiqih telah berbeda pendapat mengenai hukum tukang sihir muslim dan dzimmi. Imam Malik berpendapat bahwa seorang muslim jika melakukan sihir sendiri dengan suatu ucapan yang dapat menjadikannya kufur, maka dia harus dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat, dan tidak pula taubatnya diterima, karena itu merupakan perbuatan yang dilakukan dengan senang hati seperti orang zindiq atau pelaku perzinahan. Dan karena Allah Ta’ala telah menyebut sihir itu sebagai kekufuran melalui firman-Nya:
“Artinya ; Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir…’” [Al-Baqarah: 102]
Yang demikian merupakan pendapat Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Ishaq, Asy-Syafi’i [2] dan Abu Hanifah.”[3]
[4]. Ibnu Mundzir rahimahullah mengemukakan: “Jika ada seseorang yang mengaku bahwa dia telah melakukan sihir dengan ucapan yang mengakibatkan kekufuran, maka dia wajib dibunuh jika dia tidak bertaubat. Demikian juga jika dia terbukti melakukannya dan ada bukti yang menyatakan (bahwa) ucapan itu berupa kekufuran.
Jika ucapan yang dia sebutkan bahwa dia telah melakukan sihir dengan ucapan tersebut tidak termasuk suatu (ucapan) yang kufur, maka tidak boleh membunuhnya. Dan jika merupakan kejahatan pada orang yang disihir, maka diharuskan hukuman qishash baginya jika dia melakukannya dengan sengaja. Dan jika tidak termasuk tindakan yang tidak mengharuskan qishash padanya, maka dia harus membayar diyat (denda).” [4]
[5]. Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: “Para ulama yang berpendapat tentang kafirnya tukang sihir, telah menjadikan ayat berikut sebagai dalil:
“Artinya ; Seandainya mereka itu beriman dan bertaqwa….” [Al-Baqarah: 103]
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan sejumlah ulama salaf. Ada yang mengatakan: “Tidak perlu dikafirkan, tetapi hukumannya adalah memenggal lehernya,” sebagaimana yang diriwayatkan Imam Syafi’i dan Ahmad, di mana keduanya berkata, “Sufyan bin ‘Uyainah telah mengabarkan, dari ‘Amr bin Dinamembunuhr, di mana dia telah mendengar Bajalah bin ‘Abadah berkata: “Umar bin al-Khaththab ra telah memutuskan agar kalian setiap tukang sihir baik laki-laki maupun perempuan.” Lalu kami pun membunuh tiga orang tukang sihir.”
Lebih lanjut, Ibnu Katsir mengatakan: “Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam kitab shahihnya.”[5]
Dia juga mengatakan: “Demikianlah riwayat yang shahih menyebutkan bahwa Hafshah, Ummul Mukminin, pernah disihir oleh seorang budak perempuan miliknya, maka dia menyuruh agar wanita itu dibunuh, sehingga wanita itu pun dibunuh.
Imam Ahmad mengatakan : “Dibenarkan riwayat dari tiga orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai pembunuhan terhadap seorang tukang sihir”[6]
[6]. Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Menurut Malik, hukum tukang sihir ini sama dengan hukum yang berlaku pada orang zindiq, di mana taubatnya tidak diterima, dan dibunuh sebagi hukuman jika hal itu terbukti padanya. Pendapat itu pula yang dikemukakan oleh Ahmad.”
Asy-Syafi’i mengatakan: “Tukang sihir tidak boleh dibunuh kecuali jika dia telah mengaku bahwa dia telah membunuh orang dengan sihirnya, sehingga dia pun harus dibunuh karenanya.”[7]
Ringkasan:
Dari penjelasan di atas tampak jelas bahwa Jumhur Ulama berpendapat mengharuskan pembunuhan terhadap tukang sihir, kecuali Imam Syafi’i rahimahullah saja, di mana dia menyatakan bahwa tukang sihir tidak harus dibunuh kecuali jika dengan sihirnya itu dia membunuh orang, sehingga dia harus diberikan hukuman qishash.

QANUN SEBAGAI DASAR HUKUM
 Setelah kita tahu tidak ada dasar hukum yang kuat untuk menjerat pelaku praktek ilmu hitam maka apakah kita hanya akan tinggal diam dan melihat kejadian demi kejadian yang terjadi tanpa solusi yang dapat kita ambil , sudah tentu ini akan lebih memperumit keadaan serta menambah korban korban selanjutnya , masih ada sumber sumber hukum lain sebagai rujukan untuk dijalankan selain dari undang undang dasar Negara , seperti Qanun , Perda  dan hukum adat sebagai landasan dasar kepada aparatur keamanan untuk menindak segala bentuk kejahatan yang bersifat mistis , ini menjadi tanggung jawab DPR sebagai penghasil Qanun Qanun daerah dalam merumuskan beberapa peraturan daerah terkait dengan penyimpangan yang dilakukan oleh pengamal sihir , sebenarnya kasus ilmu hitam bukan saja di Negara kita saja yang terjadi bahkan di Negara Negara lain di belahan dunia ini juga mengalami hal yang serupa dengan Indonesia dimana perbuatan sihir bisa dijerat dengan undang undang bila memang sudah menyalahi aturan yang berlaku, sebagai contoh di negara arab Saudi yang mayoritas penduduknya beragama islam telah lama menjalankan undang undang tentang perbuatan sihir dan sampai hari ini tiada satupun masalah yang menjadi kendala dalam menjalankannya jadi apa salahnya kita mengadopsi system hukum di Arab bila memang kita disini tidak mampu merumus undang undang sendiri yang mengatur tentang segala bentuk kejahatan praktek ilmu hitam , yang menjadi pertanyaan apa yang menjadi kendala di Negara kita sehingga mesin hukum kita gagal dalam memproduksi undang undang yang mengatur tentang perbuatan sihir??
Seharusnya ini menjadi tugas dan kewenangan DPR dalam melihat persoalan demi persoalan persoalan yang terjadi di masyarakat dan perkara pengimplementasian di lapangan kita serahkan kepada pihak kepolisian sebagai institusi yang berwenang menjalankan setiap hukum di Negara ini , karena kita tidak mau lagi ada jatuhnya korban di pihak manapun .


0 comments:

Post a Comment